Gerombolan Pengemis "bukan Gerombolan Si Berat ^^"
Entah judul di atas ada kaitannya tidak menurut Anda para pembaca, maupun menurut ilmu sosiologi. Dan juga entah kenapa kedua hal di atas sangat banyak terjadi di Indonesia .... lho di luar negeri juga ada pengemis dan koruptor tetapi tidak seperti di Indonesia, tanya kenapa ?
Menurut saya, serendah-rendahnya saya tidak punya uang, miskin dan kekurangan tetapi saya tidak mau meminta-minta, mungkin mental seperti itu yang tidak ada dalam sebagian besar pengemis atau mungkin mental bangsa Indonesia, entah karena tingkat SDM dan pendidikan di Indonesia yang tergolong kurang maju atau karena memang sudah bawaan atau niatan mereka untuk melakukannya !
Tengok saja setelah Hari Raya Idul Fitri saat mau nyekar atau mengunjungi pemakaman atau suatu tempat khusus, pasti lihat pengemisnya dah berbaris dari sebelum pintu masuk minta jatah. Pengalaman juga di bus atau kereta api yang ekonomi, saya sudah coba hitung pengamen dan pengemisnya wah lebih dari 10 rata2 ... belum lagi turun di stasiun atau terminal wah ada juga ....
Tahukah Anda berapa penghasilan pengemis setiap harinya, dan mengapa mereka lebih senang mengemis daripada bekerja, hal itu yang seharusnya dipikirkan oleh semua orang khususnya Departemen Sosial dan Pemerintah. Memberi itu baik tetapi lebih baik harus pada tempat yang benar, menurut andil saya, jika kita memberi uang pada pengemis maka kita juga mendukung pekerjaannya sebagai pengemis, maka yang benar adalah kita menyalurkan bantuan melalui lembaga sosial yang terpercaya dan bertanggung jawab untuk menyalurkannya pada mereka.
Tengok saja setelah Hari Raya Idul Fitri saat mau nyekar atau mengunjungi pemakaman atau suatu tempat khusus, pasti lihat pengemisnya dah berbaris dari sebelum pintu masuk minta jatah. Pengalaman juga di bus atau kereta api yang ekonomi, saya sudah coba hitung pengamen dan pengemisnya wah lebih dari 10 rata2 ... belum lagi turun di stasiun atau terminal wah ada juga ....
Tahukah Anda berapa penghasilan pengemis setiap harinya, dan mengapa mereka lebih senang mengemis daripada bekerja, hal itu yang seharusnya dipikirkan oleh semua orang khususnya Departemen Sosial dan Pemerintah. Memberi itu baik tetapi lebih baik harus pada tempat yang benar, menurut andil saya, jika kita memberi uang pada pengemis maka kita juga mendukung pekerjaannya sebagai pengemis, maka yang benar adalah kita menyalurkan bantuan melalui lembaga sosial yang terpercaya dan bertanggung jawab untuk menyalurkannya pada mereka.
Mental pengemis saya bilang karena cenderung mereka lebih senang menengadahkan tangan untuk meminta-minta daripada bekerja ! Coba saja search di google dengan kata kunci "Kampung Pengemis" maka Anda akan mendapat beberapa tempat yang mendapat julukan sebagai desanya orang yang pekerjaannya mengemis dan jangan salah banyak yang dari mereka yang penghasilannya melebihi gaji buruh pabrik hanya dari mengemis. Tetapi terkadang mereka malu kalau disebut sebagai pengemis, lha wong di KTPnya ditulis wiraswasta bagaimana itu ??? he3...
Beda dengan para koruptor, kalau menurut saya hampir sama-sama sedikit lah, cuma kalau koruptor mereka menengadahkan tangan tetapi berharap ada yang orang yang kasih duit dengan embel-embel tertentu dan jumlahnya yang pasti lebih besar sedikit lah dari pengemis dan yang jelas hal tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Mental koruptor yang ada di Indonesia juga sudah tidak dipungkiri lagi, setel sajalah televisi, pasti isinya kalau ndak tentang pencekalan atau penangkapan tersangka korupsi, dll Pengalaman saya ya paling sering itu di terminal, saya kalau pulang khan naik bus, nah pas beli peron untuk ruang tunggu yang harganya Rp. 200,- per orang itu saja sering dikorupsi uang kembaliannya. Misalnya ku beli karcis peron 2 lembar aku beri uang seribu Rp.1000,- cuma diberi kembalian lima ratus Rp.500,- Byiuh ... koq segitunya ....
Pas aku tanya, lho pak ini kurang, jawab mereka "Sudah pas, ganti yang lain, antri. " Wooo dasar ... !!!
Korupsi itu saja sudah membudaya, dan kalau dibilang sudah kaya misalnya kalau orang itu kena sakit borok yang sudah menahun, kalau digaruk yang satu, borok lainnya juga pasti sakit.
Korupsi itu ndak pandang dari yang kecil atau yang besar, trus bagaimana penyembuhannya kalau tidak dimulai dari diri kita masing-masing dan kesadaran aparat.
Coba saja lihat salah satu contoh yang saya utarakan sebelumnya, jika operator karcis peron korupsi Rp.100,- perak per orang jika per harinya pengunjung ruang tunggu teminal ada 10 ribu orang, berapa dong hasilnya ?!?
Oleh karena itu sekali lagi hal tersebut juga harus menjadi perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah. Dalam hal mengemis dan korupsi harusnya ada tindakan yang sangaaat TEGAS! Karena keduanya menurut saya sudah menjadi mental yang buruk bagi bangsa Indonesia. Dan hal tersebut berkaitan erat dengan hal-hal yang lain yang sangat luas ruang lingkupnya apabila tidak ditindak.
"Kedua hal tersebut, pengemis dan koruptor pasti akan selalu ada, tetapi bagaimana cara pemerintah dan masyarakat menanggapi dan melakukan tindakan untuk suatu perubahan nyata"
Post a Comment