Kepala Pappiptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Husein Avicenna mengatakan, melalui hasil penelitian yang dilakukan Pappitek selama ini,pengembangan dan kemajuan Iptek di Indonesia masih lemah. Dilihat dari kerja sama antara kalangan akademis, pemerintah, dan dunia bisnis dalam menghasilkan produksi nasional masih lemah. “Hasil penelitian Pappiptek memperlihatkan bahwa interaksi antarsistem inovasi, yakni kalangan akademis (peneliti), pemerintah, dan dunia bisnis, masih lemah,“ ujarnya dalam seminar bertema “Peran Jejaring dalam Meningkatkan Inovasi dan Daya Saing Bisnis” di Kantor LIPI Jakarta kemarin.
Husein mengungkapkan, pembangunan struktur industri manufaktur Indonesia juga masih didominasi produk-produk dengan kandungan teknologi rendah yang tidak banyak membutuhkan riset serta masih banyak produk impor di Indonesia dalam dunia industri Indonesia. “Nilai output produk manufaktur dengan kandungan teknologi rendah jauh lebih besar ketimbang nilai output produk manufaktur dengan kandungan teknologi menengah rendah, teknologi menengah tinggi, dan teknologi tinggi,”ungkapnya.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim mengatakan, masalah umum yang dihadapi negara ini adalah tidak adanya interaksi antara aktor yang terlibat dalam sistem iptek dengan sektor produksi nasional sehingga menyebabkan produksi nasional Indonesia tidak meningkat.
Hal yang dilakukan para peneliti tidak teraplikasikan di dunia industri dan apa yang dikerjakan dunia industri tidak menggunakan hasil riset dalam negeri karena hanya mengimpor teknologi dari luar. Sementara itu, regulasi pemerintah kurang mendukung keterkaitan ketiganya.“Ini menyebabkan sektor produksi nasional menjadi kurang berkembang dan semakin tergantung pada bahan-bahan dan teknologi impor,“ kata Lukman. (robbi khadafi)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/434779/
JAKARTA--MICOM: Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN) Zuhal mengungkapkan, dana riset (Research and Development) Indonesia merupakan yang terkecil di dunia.
Porsi dana penelitian itu hanya 0,1 % dari Gross Domestic Product (GDP) Indonesia, dengan besaran Rp10 Triliun atau 0,8 % dari APBN. Itupun, alokasi dana riset tersebut tersebar ke berbagai kementerian/lembaga.
Besaran alokasi dana riset yang minimal itu dituding menjadi penyebab mandegnya daya saing dan kreativitas, yang berguna bagi kemajuan ekonomi bangsa.
"Kita ini rangking 36 (dalam inovasi), tetapi enggak punya daya dorong. Jadinya mandeg," cetus Zuhal, saat ditemui di sela-sela acara peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harkiteknas), di Gedung BPPT II, Jakarta, Kamis (14/7).
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/07/15/242087/293/14/Kasihan-Dana-Riset-Indonesia-Terkecil-di-Dunia
JK mengaku kecewa saat mengunjungi pusat-pusat penelitian di beberapa daerah di Indonesia.
"Ada pusat penelitian yang dari buku log yang saya lihat terakhir kali melakukan penelitian di laboratoriumnya enam bulan lalu," katanya saat berbicara dalam satu seminar dan lokakarya nasional di Bogor, Jawa Barat.
"Pusat penelitian jangan hanya jadi museum. Bagaimana daya saing kita bisa meningkat kalau kondisinya seperti ini," katanya.
Ia menegaskan, tidak ada alasan untuk mengatakan pertanian di negeri ini sulit maju karena Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah.
"Namun subsidi yang diberikan baik oleh Pemerintah berupa subsidi pupuk, maupun subsidi dari Tuhan berupa sumberdaya alam yang melimpah, tidak diimbangi dengan ilmu yang memadai," katanya.
Menurut Kalla, daya saing bisa diukur dari tiga hal yaitu mencari yang lebih baik, lebih murah dan lebih cepat. (*)
http://www.antaranews.com/print/1276674308
Metrotvnews.com, Jakarta: Hasil riset Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (Pappiptek) LIPI menyimpulkan, proses penciptaan, pengembangan dan pemanfaatan Iptek di Indonesia masih berjalan di tempat dan belum sesuai seperti yang diharapkan.
Hal itu dinyatakan Kepala Pappiptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Husein Avicenna dalam seminar bertema "Peran Jejaring dalam Meningkatkan Inovasi dan Daya Saing Bisnis" yang dihadiri Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Suharna Surapranata dan Ketua Komite Inovasi Nasional Zuhal di Jakarta.
"Hasil penelitian Pappiptek memperlihatkan bahwa interaksi antarsistem inovasi, yakni kalangan akademis (peneliti), pemerintah dan dunia bisnis masih lemah," katanya.
Husein juga menuturkan bahwa pembangunan struktur industri manufaktur Indonesia juga masih didominasi produk-produk dengan kandungan teknologi rendah yang tidak banyak membutuhkan riset.
"Nilai output produk manufaktur dengan kandungan teknologi rendah jauh lebih besar ketimbang nilai output produk manufaktur dengan kandungan teknologi menengah rendah, teknologi menengah tinggi dan teknologi tinggi," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Lukman Hakim mengatakan, masalah umum yang dihadapi negara ini adalah tidak ada interaksi antara aktor yang terlibat dalam sistem Iptek dengan sektor produksi nasional.
Apa yang dilakukan para peneliti tidak teraplikasikan di dunia industri dan apa yang dikerjakan dunia industri tidak menggunakan hasil riset dalam negeri karena hanya mengimpor teknologi dari luar, di sisi lain regulasi pemerintah kurang mendukung keterkaitan ketiganya, katanya.
Hal ini menyebabkan sektor produksi nasional menjadi kurang berkembang dan semakin tergantung pada bahan-bahan dan teknologi impor, ujarnya.
Dia menjelaskan, pengalaman negara lain membuktikan bangsa yang memiliki dan menguasai Iptek menjadi bangsa kuat, disegani serta dihormati bangsa lain walaupun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah.
"Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Korea dan Singapura cenderung memperkuat kemampuannya dalam bidang Iptek dengan mengombinasikan kebijakan Iptek dengan kebijakan industri secara efektif," ungkapnya. (Ant/ICH)
Post a Comment